Cinema Paradiso – Review
Cinema Paradiso adalah sebuah filem cerita yang disutradarai oleh Giuseppe Tornatore (Italia) dan diproduksi di tahun 1988. Seting tempat dan waktu dari filem ini bertempat di kota Sisilia (Italia bagian Selatan) pada masa pasca Perang Dunia ke-2. Kebanyakan shot yang diambil di dalam filem cerita ini terjadi di alun-alun kota tempat berdirinya sebuah bangunan yang diberi nama Cinema Paradiso dan difungsikan sebagai tempat menonton filem. Namun demikian, jika dicermati secara lebih spesifik maka Cinema Paradiso ini lah yang menjadi seting utama di dalam filem cerita ini, karena hampir di setiap scene dari filem ini terjadi di dalam gedung bioskop yang terletak di alun-alun kota Sisilia ini.
Filem Cinema Paradiso ini aslinya berdurasi 2 jam 40 menit, tetapi atas paksaan sang produser yang bernama Franco Cristald, maka pada pertunjukan pertamanya ke publik filem ini akhirnya berdurasi 2 jam 3 menit dan 48 detik. Dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa ternyata industri filem Eropa pada saat itu telah “berdamai” dengan pertimbangan-pertimbangan komersial. Film ini merupakan sebuah karya yang sangat sukses tidak hanya di masanya, tetapi sampai sekarang karena masih sering digunakan sebagai materi di dalam setiap studi tentang film. Singkat kata filem ini merupakan sebuah penanda sejarah bagi industri filem Eropa, khususnya industri filem di Italia. Pada tahun 1989 film ini memenangi “Grand Prize of the Jury” pada Festival Cannes. Di tahun yang sama filem mini juga mendapatkan penghargaan Felix Awards “Special Prize of the Jury”. Kemudian pada tahun 1990 film ini masuk nominasi Oscar “Best Foreign Language”.
Secara garis besar, filem ini berkisah tentang persahabatan antara seorang anak laki-laki bernama Salvatore yang memiliki nama kecil Toto dengan seorang laki-laki dewasa yang bernama Alfredo yang merupakan proyeksionis di bioskop Cinema Paradiso. Banyak konflik dan cerita yang dibangun melalui interaksi kedua tokoh di dalam filem ini.
Alur
Filem Cinema Paradiso bercerita dengan alur maju-mundur. Cerita diawali pada saat Salvatore telah menginjak usia paruh baya yang mendapat kabar dari teman wanitanya yang terbangun dari tidur ketika Salvatore baru pulang dan memasuki kamar tidur. Teman wanitanya itu bercerita bahwa dia sebelumnya mendapat telepon dari Ibu Salvatore yang memberikan kabar bahwa seseorang telah meninggal. Orang yang dimaksud adalah Alfredo, yaitu teman masa kecil dan masa muda Salvatore di kampong halamannya di Sisilia.
Salvatore yang sudah 30 tahun tidak pernah kembali ke Sisilia dan tidak berhubungan dengan keluarga (Ibu dan adik perempuannya) seketika terdiam mendengar kabar kematian Alfredo. Hal ini membuat teman wanitanya bertanya apakah Alfredo bagian dari keluarga dan Salvatore menjawab “tidak”. Dari sini penonton dibawa kembali ke kisah masa kecil Salvatore yang menjelaskan awal persahabatannya dengan seorang proyeksionis di bioskop Cinema Paradiso yang bernama Alfredo, sampai akhirnya ia harus berpisah dengan Alfredo dan keluarganya nanti setelah ia tumbuh dewasa dan selesai dari dinas kemiliteran dan menjadi Salvatore paruh baya yang mendapat kabar dari ibunya tentang kematian Alfredo.
Narasi dan Dimensi Sosial Budaya
Tornatore meramu penceritaan di dalam filem Cinema Paradiso dengan sungguh menarik. Banyak hal yang dan pertanyaan yang muncul di kepala para penonton yang terjelaskan secara tidak langsung dari adegan-adegan maupun seting property yang mendukung. Misalnya ketika penonton di awal cerita bertanya-tanya tentang “siapa tokoh yang bernama Alfredo ini?”, Tornatore memberikan jawaban dari pertanyaan ini dengan langsung membawa penonton mundur ke penerawangan pikiran Salvatore ke masa kecilnya dan menjelaskan secara detil proses persahabatan yang tercipta antara si Toto kecil dengan Alfredo sehingga penonton dengan utuh mendapatkan jawaban tentang tokoh Alfredo di dalam filem ini.
Contoh berikutnya adalah ketika Tornatore hendak memperlihatkan kepada penonton bagaimana kehidupan sosial masyarakat Italia, dan di Sisilia pada khususnya pada saat itu, terutama terkait dengan perkembangan industri filem di Italia. Dia dengan apik menjelaskan kepada penonton betapa ketatnya sensor yang dilakukan oleh Gereja pada saat itu sehingga semua filem yang akan diputar di Cinema Paradiso harus terlebih dahulu disensor oleh seorang Pendeta yang nantinya memberikan tanda dengan isyarat bunyi lonceng bagian yang harus dipotong supaya masyarakat tidak terpapar oleh hal-hal yang diharamkan oleh Gereja.
Masih dari bagian ini penonton juga langsung mendapatkan gambaran dan penjelasan bagaimana filem bisa sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang dan tanpa disadari menentukan masa depan seseorang. Penjelasan ini didapat dari tokoh Toto kecil yang memperlihatkan antusiasme nya terhadap filem sehingga dia melakukan segala daya upaya untuk bisa menikmati filem-filem yang masuk ke bioskop Cinema Paradiso.
Selain tentang awal persahabatan antara Toto dengan Alfredo, filem Cinema Paradiso juga memberikan informasi kepada penonton bahwa seiring dengan perkembangan industri filem, maka sedikit demi sedikit kekuasaan Gereja semakin berkurang di masyarakat Sisilia pada saat itu. Adegan ciuman dan hal-hal yang terkait dengan kekerasan dan sexualitas yang di awal cerita kita dapat mengetahui bahwa adegan-adegan itu tidak akan ditayangkan karena sensor dari gereja, pada perkembangannya mulai dapat dinikmati oleh para penonton. Selain itu, Tornatore juga dengan gamblang menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran norma di dalam masyarakat secara ekstrim. Hal ini dapat dilihat dari scene ketika di dalam bioskop Cinema Paradiso terdapat satu bilik kecil yang digunakan sebagai tempat prostitusi. Scene ini didahului oleh shot pada layar bioskop yang sedang memperlihatkan adegan-adegan yang memancing syahwat para penontonnya.
Dari filem ini penonton juga bisa mengetahui kehidupan masyarakat Italia pada saat itu pada pasca Perang Dunia ke-2. Banyak janda dan anak kecil yang terpaksa harus bekerja untuk melanjutkan hidup karena suami-suami dan bapak-bapak mereka gugur atau dinyatakan hilang oleh dinas kesatuan militernya di medan perang.
Tidak hanya tentang masyarakat Italia dan Sisilia pada khususnya, tetapi Tornatore melalui filem ini juga memperlihatkan naik turun dan perkembangan industri filem di Italia. Jadi, Tornatore dengan apik melalui sebuah filem cerita dengan tokoh dan karakternya masing-masing yang menjadi sentral di dalam cerita ini (Salvatore dan Alfredo) sekaligus dapat memberikan gambaran naik turun dan perkembangan industri filem di Italia. Dari sini juga terlihat bahwa industri filem Amerika juga telah berkembang yang terbukti dari pemutaran filem-filem Amerika di bioskop Cinema Paradiso yang diminati banyak orang ketika itu.
Kisah tentang perkembangan industri filem di Italia ini diakhiri dengan dirubuhkannya bangunan Cinema Paradiso di saat Salvatore pulang ke kampung halamannya untuk menghadiri pemakaman Alfredo. Tradisi menonton filem ke bioskop ternyata sudah tidak lagi seperti di masa kecil Salvatore, seting waktu pada masa ini memang sesuai dengan fakta di dunia pada saat itu, yaitu kemunculan televisi dan perkembangan radio telah menjadi musuh terbesar yang mematikan bagi industri perfileman di masa itu.
Dimensi Estetik
Tornatore cukup piawai dalam memunculkan simbol-simbol yang dapat menyampaikan pesan tertentu kepada penonton tanpa mengurangi fungsi estetiknya di dalam filem Cinema Paradiso. Berikut ini saya tampilkan hanya sebagian capture scene yang menurut saya memiliki simbol dan makna yang kuat yang juga memiliki fungsi estetik di dalam filem ini.
Capture 1
Pendeta dengan loncengnya merupakan simbol yang sangat kuat menyampaikan pesan bahwa waktu itu institusi Gereja memang memiliki kekuasaan absolut, karena Gereja juga “menyaring” hal-hal yang boleh ditonton dan yang tidak ditonton oleh umatnya. Di samping itu kilauan cahaya yang berwarna biru di tengah kegelapan ruangan Cinema Paradiso adalah cahaya yang keluar dari ruang proyektor yang sedang memutarkan filem. Dari bagian ini kita juga menangkap pesan bahwa kira-kira pada saat itu memang institusi Gereja lah yang menjadi “matahari” bagi kehidupan masyarakat di Sisilia.
Capture 2
Tempat keluar cahaya proyektor di dalam bioskop Cinema Paradiso berbentuk kepala singa yang sedang mengaum sehingga taringnya kelihatan, mengisyaratkan kepada penonton bahwa filem pada saat itu merupakan kekuatan baru yang cukup berpengaruh di masyarakat. Hal ini juga dapat diartikan bahwa absolutisme institusi Gereja pada saat itu telah mendapat saingan kekuatan baru. Kemudian, tepat di sisi kanan kepala singa itu terdapat sebuah jendela kecil tempat proyeksionis mengontrol pancaran cahaya proyektor yang diproduksi dari balik ruangan itu, dan di jendela kecil itu terlihat bagian muka Alfredo dari bagian mata sampai kumis. Tampilan muka Alfredo yang seperti ini memberikan kesan kuat bahwa Alfredo adalah “penguasa” bayangan yang memiliki pengaruh kuat karena dialah yang mengoperasikan proyektor yang nantinya akan memancarkan cahaya melalui kepala singa sehingga penonton hanyut terpaku ke dalam filem yang sedang mereka tonton.
Capture 3
Capture ini merupakan gambar kepala singa yang sudah jatuh ke lantai gedung bioskop Cinema Paradiso dan dibalut oleh jarring laba-laba. Hal ini menjelaskan kepada penonton bahwa kepala singa yang dulunya pernah memiliki “kekuasaan” sekarang telah lemah tak berdaya. Scene ini terdapat di menit-menit terakhir filem Cinema Paradiso yang juga mengungkap fakta bahwa industry filem di Italia, khususnya di Sisilia telah mati karena kemunculan televisi dan perkembangan radio sehingga menyebabkan orang malas beranjak dari tempat tinggalnya menuju bioskop.
Capture 4
Di samping banyaknya dimensi estetik yang terdapat dari simbol-simbol yang diberikan Tornatore di dalam filem ini, ternyata secara tidak langsung Tornatore juga memberikan fakta dan edukasi menyangkut perkembangan teknologi di dalam industri filem pada saat itu. Hal ini diketahui dari kebakaran kecil yang terjadi di rumah si Toto kecil dan kebakaran di bioskop Cinema Paradiso yang disebabkan oleh seluloid dari negatif filem yang akan diputar sampai pada shot close up yang memperlihatkan negatif filem yang tidak sensitive terhadap api.
Demikianlah beberapa capture dari filem Cinema Paradiso yang menurut saya memiliki simbol yang kuat tanpa mengurangi kepentingan estetik dalam bangun keseluruhan filem tersebut.
Dimensi Tekhnik
Di dalam filem Cinema Paradiso terdapat banyak close up dari beberapa tokoh yang memberikan tanda bahwa tokoh tersebut sangat berperan dan menjadi sentral dalam cerita yang dibangun. Misalnya close up pendeta sebagai simbol absolutisme gereja, close up Toto yang sedang mengintip sensor filem dari balik tirai bioskop.
Kebanyakan dialog yang melibatkan Salvatore (Toto) dan Alfredo. Tokoh-tokoh lainnya yang berdialog dengan salah satu dari kedua tokoh di atas rata-rata mendapatkan shot close up. Menurut saya hal ini sengaja dilakukan oleh Tornatore untuk memberikan perbedaan karakter yang jelas sehingga penonton tanpa sadar bisa langsung mengikuti alur cerita yang sedang dibangun dari percakapan-percakapan yang terjadi. Di samping itu, menurut saya Tornatore juga ingin menyampaikan pesan bahwa walaupun Salvatore (Toto) dan Alfredo merupakan tokoh sentral dari filem cerita ini, namun keberadaan orang-orang tertentu yang mendapatkan close up juga merupakan salah satu faktor penting di dalam pembangunan karakter kedua tokoh sentral itu dan juga di dalam pembangunan cerita di dalam filem ini.
Beberapa shot dengan tekhnik pengambilan bird eye juga terdapat di dalam file mini, terutama shot-shot yang menampilkan alun-alun kota. Saya berpendapat bahwa Tornatore sengaja melakukan ini untuk memberikan kesan latar tempat yang kuat bahwa alun-alun kota menjadi seting latar tempat yang penting, karena di sanalah terdapat gedung bioskop Cinema Paradiso, yaitu sebuah tempat yang menjadi sejarah di dalam kehidupan masyarakat Sisilia pada masa itu dan telah menjadi saksi dari banyak kejadian dan perubahan-perubahan sosial, masyarakat, dan individu yang berada di sekitarnya, termasuk perubahan kota Sisilia itu sendiri.
Kesimpulan
Filem cerita Cinema Paradiso karya Giuseppe Tornatore merupakan salah satu filem cerita penting, tidak hanya bagi industri filem Italia, tetapi juga bagi perkembangan industri filem di dunia. Filem ini bisa dibilang sebagai salah satu penanda sejarah di dalam perkembangan industri filem dunia.
Filem yang berdurasi selama 2 jam 3 menit dan 48 detik ini tidak hanya memberikan kita informasi tentang satu hal, tetapi di dalamnya penonton juga dapat mendapat banyak gambaran tentang dinamika kehidupan sosial dan masyarakat yang menjadi latar tempat dan waktu di dalam filem ini. Tidak hanya tambahan pengetahuan tentang dinamika kehidupan sosial dan masyarakat yang diperoleh penonton ketika menonton filem ini, tetapi filem ini juga memberikan edukasi kepada para pecinta filem tentang sensitifitas seluloid terhadap api yang bisa menjadi malapetaka, sampai pada perkembangan teknologi di dalam industri filem di dunia yang berhasil menemukan bahan yang lebih aman terhadap api yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan negatif filem.
Jika diibaratkan sebagai sebuah lotere, maka filem ini merupakan hadiah berupa paket kombo bagi para penikmat filem dan mereka yang akan memulai studi tentang filem. Saya berpendapat demikian karena file mini dibanjiri dengan tiga dimensi yang menjadi aspek utama di dalam sebuah filem, yaitu dimensi tekhnik, dimensi estetik, dan dimensi kultural. Banyak bagian yang bisa dijadikan contoh dari masing-masing dimensi tersebut di dalam file mini.
Aspek sinematografis yang tidak kalah pentingnya di dalam sebuah filem juga diramu dengan sedemikian rupa oleh Tornatore sehingga terjadi peleburan yang halus antara aspek sinematografis dengan bangun cerita dari filem ini. Hal ini berarti kepuasan penonton, baik yang menyatakan diri hanya sebagai penikmat filem, maupun yang menyatakan diri sebagai pengamat, penggiat, dan pembelajar filem merupakan garansi yang diberikan oleh Tornatore.
Filem Cinema Paradiso juga mengandung aspek naratif yang sangat kuat. Dari scene pembuka sampai scene penutup, penonton mendapatkan banyak hal terkait sosial, budaya, dan masyarakat pada saat itu tanpa harus bersusah payah merangkai cerita antara scene yang satu dengan scene yang lainnya. Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, filem Cinema Paradiso karya Tornatore ini merupakan paket kombo bagi para pecinta filem. Banyak hal didapat, seperti: kepuasan, kesenangan, edukasi, dan informasi dalam satu paket yang bernama Cinema Paradiso.
Seperti judulnya, Cinema Paradiso benar-benar memberikan paradiso kepada para penontonnya dan sekaligus meunjukkan kepada penonton betapa cinema (filem) benar-benar merupakan sebuah paradiso (surga) bagi masyarakat Sisilia yang pada saat itu masih dikuasai oleh dogma dan kuasa dari institusi Gereja yang telah menjanjikan bentuk paradiso lainnya yang bersifat imajiner kepada mereka yang taat kepada Gereja.
Bibliografi
Sumarno, Marselli, (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://www.netcomuk.co.uk/-media/CinePara.html , diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 pada pukul 23.21.