Model Historiografi Lama dan Kritiknya

Penulisan sejarah sejak zaman Herodotus (490 S.M. – 430 S.M.) dan Thucydides (456 S.M. – 404 S.M.) bersifat naratif yang hanya menerangkan tentang kronologis terjadinya suatu peristiwa. Beberapa gaya penulisan pada zaman itu: kronik biara, memori politik, risalah kuno, dan sebagainya. Penulisan sejarah seperti ini kurang mendapat tempat di dalam ranah ilmiah karena data yang digunakan untuk penulisan kurang bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu penulisan sejarah pada masa ini pada masa selanjutnya hanya dianggap sebagai cerita mitos dan laporan kejadian saja.

Pada masa dua pertiga bagian pertama abad ke-19 penulisan sejarah mulai memasuki bentuk modern. Tokoh sejarah yang menjadi pionir pada masa ini adalah Leopold von Ranke. Ranke mulai mencoba “mengilmiahkan” penulisan sejarah dengan bertitik tolak dari perolehan data yang sangat mengutamakan penggunaan data arsip konvensional. Model penulisan sejarah seperti inilah yang disebut dengan model penulisan sejarah methodique. Penulisan sejarah dengan model penulisan methodique hanya fokus kepada kejadian politik (perang) dan orang-orang terkenal dan bersifat kronologgis yang mengakibatkan sejarah sosial, ekonomi, dan budaya (sejarah non-politik) seperti tidak mendapat tempat/tersisih dari  disiplin ilmiah baru dan perlahan-lahan mulai tersingkirkan. Aliran methodique mengatakan bahwa sejarah hanya menyangkut orang ternama dan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi karena perbuatan mereka.

Pada tahun 1900-an penulisan sejarah politik dan orang-orang terkenal model methodique ini mulai menuai kritik yang tajam dari para penggiat sejarah dan diusulkan untuk mengganti model penulisan sejarah model methodique ini. Pengikut Durkheim, seorang ekonom yang bernama François Simiand mengkritik aliran methodique ini dengan menyatakan bahwa ada tiga “berhala” di dalam suku sejarawan yang harus ditumbangkan. Tiga “berhala” yang dimaksud oleh Simiand adalah: 1. Berhala politik (sejarah yang hanya berkecimpung di dalam ranah politik, termasuk perang), 2. Berhala individu (sejarah yang hanya berkecimpung membahas orang-orang terkenal pada masanya), 3. Berhala kronologis (kebiasaan melibatkan diri dalam kajian asal-usul).

Pada masa ini juga (tahun 1900-an) sifat sejarah menjadi subjek yang sangat sering diperdebatkan. Kritik dari Ernest Lavisse[1] mengatakan bahwa tidaklah tepat bila berpikiran tentang sejarawan profesional yang mapan dari suatu peridode yang terfokus dengan naratif peristiwa politik.

Ciri khas dari sejarawan abad ke-20 adalah orientasi mereka kepada ilmu sosial lain dalam melakukan pendekatan-pendekatan ilmiah terhadap sejarah dengan tidak mengabaikan batasan-batasan dari pendekatan tersebut. Hal ini merupakan hantaman keras terhadap sejarawan dengan model penulisan methodique yang hanya berkecimpung di dalam sejarah politik kronologis dan orang-orang terkenal di dalamnya.

Di Prancis, aliran yang mengkritik aliran methodique dan cukup mendapat tempat adalah aliran Les Annales[2]. Aliran Les Annales menggunakan metodologi struktural dalam dasar setiap penelitiannya, dan menurut aliran Les Annales sejarah tidak hanya menyoroti tokoh-tokoh ternama, tetapi juga mencakup seluruh lapisan masyarakat yang tergabung ke dalam struktur tertentu.  Aliran Les Annales terdiri atas tiga kelompok, yaitu:

  1. Mereka yang benar-benar menjalankan prinsip Les Annales. Tokohnya: Lucien Febvre, March Bloch, Fernand Braudel, Georges Duby, Jacques Legoff, dan Emmanuel Le Roy Ladourie.
  2. Mereka yang berada di pinggiran dan tetap setia pada analisis sejarah menggunakan pendekatan Mrxis, khususnya dalam bidang ekonomi. Tokohnya: Ernest Labrousse, Pierre Villar, Maurice Agulhon, dan Michel Vovelle.
  3. Mereka yang bergabung sebentar dengan aliran Les Annales, dan kemudian bergeser dari aliran ini karena tidak setuju dengan perkembangan Les Annales berikutnya. Tokohnya: Ronald Mousnier dan Michel Foucault. Kelompok ini dijuluki kelompok semi Annales.

Menurut Lucien Febvre, seorang sejarawan bisa menjadi ahli Geografi, Hakim, Sosiologi, dan seorang sejarawan bisa menjadi ahli Psikologi, karena seorang sejarawan mampu menguraikan hal secara rinci dan mendalaminya secara sempit namun tajam.

Opini Penulis

Munculnya aliran Les Annales yang mengkritik aliran methodique membawa angin segar untuk banyak sejarawan dunia, khususnya di Prancis karena cakupan penelitian sejarah akan semakin luas bahasannya, tidak hanya berkecimpung di seputar politik, orang penting, dan cerita yang bersifat naratif kronologis.

Namun, sebenarnya dua aliran ini ada kekurangan dan kelebihannya. Kekurangan pada aliran methodique adalah mengabaikan disiplin ilmu lain di luar politik, dan hanya fokus terhadap orang-orang penting yang menyebabkan terjadinya suatu kejadian. Padahal sebenarnya suatu kejadian bisa terjadi tidak hanya disebabkan oleh perbuatan dari satu orang saja. Misalnya, reformasi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1998 sebenarnya tidak disebabkan hanya oleh seorang tokoh, yaitu Soeharto, tetapi banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, di antaranya: krisis ekonomi, kesejahteraan rakyat Indonesia yang merosot akibat dari krisis ekonomi, rasa muak masyarakat dengan gaya diktator pemerintahan Orde Baru, dan banyak faktor sosial, ekonomi, dan budaya lainnya yang berperan sangat besar dalam terjadinya reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Dengan pemikiran ala aliran methodique, maka kejadian reformasi 1998 hanya akan menceritakan kronologis cerita dengan tokoh utama Soeharto, dan ini akan mengabaikan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya lainnya yang sebenarnya berperan cukup besar dalam terjadinya reformasi 1998.

Kelebihan aliran methodique: membongkar peran aktor-aktor penting suatu kejadian dan menceritakannya secara runut (kronologis).

Kekurangan pada aliran Les Annales adalah berkurangnya peran aktor dalam suatu kejadian, karena aliran ini lebih fokus terhadap hal-hal sosial, ekonomi, dan budaya lainnya yang berperan terhadap terjadinya suatu kejadian. Misalnya, kejadian kudeta oleh PKI pada tahun 1965 yang berujung pada pindahnya tampuk kepemimpinan Republik Indonesia ke tangan Soeharto. Dengan kerangka berfikir aliran Les Annales, maka ambisi pribadi Soeharto sebagai salah satu aktor dalam kejadian ini tidak akan komprehensif terekspos, karena aliran Les Annales lebih fokus terhadap faktor-faktor sosial lain yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian ini, walaupun sebenarnya di balik faktor-faktor sosial yang menyebabkan terjadinya kudeta 1965 juga terdapat ambisi tokoh-tokoh tertentu yang mempunyai tujuan tertentu dan melakukan hal-hal tertentu yang juga punya peranan besar dalam terjadinya kudeta 1965.

Kelebihan aliran Les Annales: mampu mengungkap faktor-faktor lain (khususnya di bidang sosial) yang berperan besar dalam terjadinya suatu kejadian.

Maka menurut saya, aliran methodique dan aliran Les Annales punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang sebenarnya jika kerangka berfikir dari dua aliran ini dikolaborasikan maka akan menghasilkan penulisan sejarah yang cukup komprehensif, karena kolaborasi antara dua aliran ini akan memperhitungkan aktor-aktor penting di dalam suatu kejadian, tanpa melupakan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya lainnya yang juga berperan terhadap terjadinya suatu kejadian, dan kronologis suatu peristiwa tetap terjaga.

Bibliografi

Burke, Peter. (2009). Seri Kajian Sejarah Dunia Revolusi Sejarah Prancis Mahzab Les Annales 1929 – 1989. Bogor: Akademia.

Lubis, Nina H. (2003). Historiografi Barat. Bandung: CV. Satya Historika.



[1] Salah satu sejarawan penting pada masa ini, ia juga merupakan editor umum sejarah Prancis yang terbist dalam sepuluh volume antara tahun 1900 dan 1912.

[2] Les Annales adalah sebuah jurnal yang peneliti-penelitinya mengintegrasikan sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *