Berkenalan dengan Uni Eropa/European Union (EU)
Sejarah Awal Terbentuknya Uni Eropa
Hubungan-hubungan masa lalu yang tercipta sebagai hasil dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup melalui perdagangan, perluasan wilayah, dan pengakuan kedaulatan dari wilayah-wilayah di Eropa telah menimbulkan banyak kejadian penting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan peradaban kehidupan manusia sampai detik ini. Salah satu kejadian penting itu adalah perang.
Kesadaran terhadap dampak negatif dari peperangan di masa lalu –puncaknya pada pasca Perang Dunia II– menyebabkan negara-negara Eropa yang termasuk ke dalam blok Eropa Barat mendirikan Council of Euopre pada tahun 1949. Pengalaman yang tidak menyenangkan selama masa perang memicu negara-negara Eropa Barat untuk melakukan usaha-usaha penyelamatan Eropa dari kemungkinan-kemungkinan peperangan di masa yang akan datang.
Apa yang ingin dicapai dari pembentukan komunitas Eropa yang sekarang ini dikenal dengan nama Uni Eropa ini? Pascal Fontaine[1] dalam tulisannya memaparkan beberapa tujuan dari Uni Eropa, yaitu:1. Perdamaian dan stabilitas: trauma pasca Perang Dunia II mendorong negara-negara di Eropa untuk menciptakan perdamaian dan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Eropa. 2. Penyatuan Eropa: setelah runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989 diikuti dengan keruntuhan kekaisaran Soviet pada tahun 1991 keinginan negara-negara di Eropa untuk bersatu semakin kuat. 3. Keselamatan dan keamanan: Keamanan internal dan keamanan eksternal merupakan hal yang sangat penting. Perang melawan terorisme dan kejahatan terorganisir menuntut Uni Eropa untuk membangun suatu kerja sama yang kuat. 4. Solidaritas sosial dan ekonomi: Pasar tunggal Eropa menyediakan perusahaan dengan platform penting untuk bersaing secara efektif di pasar dunia. 5. Identitas dan keberagaman: urusan ekonomi, sosial, teknologi, dan politik di dalam Uni Eropa akan lebih mudah dijalankan dibandingkan jika setiap negara harus bertindak secara individual. Ada nilai tambah dalam bertindak bersama-sama dan berbicara dengan suara tunggal sebagai Uni Eropa. 6. Nilai-nilai (Values): Uni Eropa ingin menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam keberadaan Uni Eropa akan berdampak positif terhadap kemanusiaan, karena kebutuhan masyarakat tidak akan dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan kekuatan pasar atau tindakan-tindakan yang sifatnya sepihak. Pada bulan Desember 2000 diproklamirkan The Charter of Fundamental Rights of the European Union di Nice, yang isinya menetapkan semua hak yang diakui oleh negara-negara anggota Uni Eropa dan warganya. Nilai-nilai ini dapat menciptakan perasaan kekerabatan antara orang Eropa. Salah satu contohnya adalah semua negara Uni Eropa telah menghapuskan hukuman mati.
Kejadian-kejadian Penting
Pada tanggal 9 Mei 1950 (Europe Day), Robert Schuman (Menlu Prancis) mempresentasikan ide-idenya dalam misi penyelamatan Eropa sehingga terbentuk European Coal and Steel Community (ECSC). ECSC akhirnya ditandatangani pada tanggal 18 April 1951 oleh 6 negara pinoir (the Inner Six) yang juga merupakan anggota Council of Europe, yaitu: Prancis, Jerman, Belgia, Belanda, Luxemburg, dan Italia. ECSC resmi dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 1952 s/d tahun 2002.
Tujuan utama pelaksanaan ECSC adalah untuk menghapuskan berbagai macam hambatan dalam proses produksi dan perdagangan pada sektor batu bara dan besi baja[2] , serta menciptakan pasar bersama tempat produk, pekerja, dan modal dari sektor batu bara dan besi baja dari negara-negara anggota bisa bergerak dengan bebas[3].
Pada tanggal 25 Maret 1957, di dalam Traktat Roma, negara-negara yang tergabung ke dalam the Inner Six memutuskan untuk membangun European Economic Community (EEC) dan European Atomic Energy Community (EAEC), lebih dikenal dengan nama Euratom. EEC/Masyarakat Uni Eropa ini bertujuan untuk memperluas kegiatan Common Market. Tujuan dari pelaksanaan Common Market adalah untuk membebaskan secara bertahap proses pergerakan barang dagang, jasa, modal, dan penduduk antarnegara anggota sampai tidak ada lagi hambatan sama sekali.
Bergabungnya Inggris, Irlandia, dan Denmark (1973). Sukses besar yang diperoleh oleh EEC dan EAEC (Euratom) menggerakkan Inggris, Denmark, dan Irlandia untuk mencalonkan diri menjadi anggota.
Pembentukan Common Agriculture Policy (CAP) pada 30 Juli 1962. Kebijakan bersama di dalam bidang agrikultur ini dibuat untuk melakukan kontrol terhadap produksi pangan dengan memberikan harga yang sama kepada setiap petani di setiap negara anggota.
Traktat Maastricht (1991). Puncak dari negosisasi ini menelurkan Treaty on European Union (TEU) yang ditandatangani pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastricht. Traktat Maastricht mengubah European Community (EC) menjadi European Union (EU). Traktat ini mulai berlaku pada tanggal 1 November 1993.
Traktat Maastricht mencakup, memasukkan, dan memodifikasi traktat-traktat yang sudah ada sebelumnya (ECSC, Euratom, dan EEC). Traktat-traktat terdahulu (TEC=Treaties establishing European Community) memiliki ciri integrasi dan kerjasama yang kuat di bidang ekonomi, sedangkan Traktat Maastricht (TEU) menambahkan ciri yang lain, yaitu kerjasama di bidang Kebijakan Politik Internasional dan Keamanan Bersama (CFSP=Common Foreign dan Security Policy) dan Peradilan dan Dalam Negeri (JHA=Justice and Home Affairs).
Bagian terpenting dari isi Traktat Maastricht adalah Tiga Pilar Kerjasama Uni Eropa:
- a. Pilar 1: European Community (Masyarakat Eropa)
- Pengaturan pasar internal (termasuk persaingan dan perdagangan luar negeri).
- Pengaturan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan, kohesi sosial, dan pertanian.
- Pengaturan ekonomi dan moneter .
- Pengaturan imigrasi, suaka, dan visa (schengen[4]).
- b. Pilar 2: Common Foreign and Security Policy (CFSP)
- Pengaturan tindakan bersama untuk memperkuat keamanan Uni Eropa.
- Menjamin perdamaian Internasional.
- Mendorong kerja sama internasional.
- c. Pilar 3: Justice and Home Affairs (JHA)
- Pengaturan kejahatan lintas batas/negara.
- Pengaturan hukum kriminal.
- Pengaturan kerjasama antar Kepolisian.
Dalam perkembangan Uni Eropa, Traktat Maastricht inilah yang menjadi dasar utama pedoman hidup negara-negara anggota Uni Eropa, karena dasar hukum dan peraturan-peraturan lainnya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat terdapat di dalam 3 pilar ini.
Tahapan Integrasi Ekonomi Uni Eropa
Tidak berbeda dengan negara di belahan dunia lainnya, negara-negara di benua Eropa juga memulai kerjasama ekonomi dengan kerjasama bilateral (Preferential Trade Agreement). Selanjutnya untuk memperluas pasar, maka the Six Inner menyepakati Free Trade Area (FTA). Karena kebutuhan yang semakin besar akhirnya lahirlah Custom Union (CU). CU merupakan usaha untuk penghapusan customs duties, import quotas, dan berbagai hambatan perdagangan lainnya antar sesama negara anggota. Setelah memperoleh penghapusan customs duties, import quotas masih terdapat beberapa hambatan, di antaranya pergerakan manusia dan modal, oleh sebab itu dibuat lagi kesepakatan yang menghasilkan Common Market (CM).CM dibuat untuk membebaskan proses pergerakan barang dagang, jasa, modal, dan penduduk antar negara anggota (potensi pekerja) sampai tidak ada lagi hambatan sama sekali.
Keberadaan pasar bersama (CM) berjalan sangat bagus, oleh karena itu negara-negara anggota yang tergabung ke dalam pelaksanaannya merasa perlu untuk membuat pasar tunggal/Single Market (SM). Tujuan dari dibentuknya SM adalah untuk menciptakan suatu standardisasi setiap elemen ekonomi yang terlibat (modal, barang, jasa, dan manusia).
Walaupun modal, barang, jasa, dan manusia sudah bisa terhubung tanpa hambatan di dalam komunitas, tetapi masih ada sedikit kendala di dalam sistem ekonomi negara-negara anggota, yaitu perbedaan nilai mata uang. Oleh sebab itu diciptakanlah suatu rancangan moneter baru untuk negara-negara yang tergabung ke dalam komunitas berupa Monetary Union (MU). Salah satu produk dari MU adalah penyeragaman mata uang ke dalam currency Euro. Jadi bisa disimpulkan bahwa perkembangan kerjasama negara-negara anggota di bidang ekonomi telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan sangat berperan besar dalam proses terbentukan komunitas Uni Eropa.
Dinamika Prancis, Jerman, dan Inggris
Sejak awal pembentukan Komunitas Eropa, Prancis dan Jerman adalah dua negara besar yang mendominasi komunitas, hal ini sudah terlihat di tahun-tahun awal terbentuknya EEC pada tahun 1950-an. Tidak hanya itu, dua negara tersebut terkesan berlomba-lomba menjadi “dominator” di dalam komunitas. Salah satu hasil dari “perlombaan” di antara dua negara itu adalah lahirnya mata uang tunggal Uni Eropa yang bernama Euro (€). Dua negara ini juga dikenal sebagai “traditional EU leadership couple”.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada bulan Oktober 2001(setelah peristiwa penyerangan WTC pada 11 September) Inggris semakin memperlihatkan dirinya sebagai salah satu negara besar yang juga bisa punya perananan besar di dalam Uni Eropa. Inggris, Prancis, dan Jerman mengadakan pertemuan di Downing Street pada bulan November 2001. Tonny Blair cenderung untuk bekerja sama dalam urusan keamanan dengan dua negara besar tersebut (Prancis dan Jerman). Hal ini juga jauh sebelumnya sudah terlihat dari keengganan Inggris untuk mengaplikasikan kebijakan visa schengen dan menggunakan mata uang Euro.
Menurut saya ini merupakan hal yang kurang menuntungkan untuk negara-negara anggota Uni Eropa lainnya. Kepentingan-kepentingan tiga negara besar ini secara implisit telah “mengkhianati” kerelaan rakyat negara-negara anggota lainnya yang telah merelakan sebagian kedaulatan negaranya untuk berpayung di bawah tatanan hukum dan peraturan Uni Eropa. Tidak menutup kemungkinan, kearoganan dan keegoisan tiga negara besar inilah yang pada waktu ke depan bisa menjadi salah satu pemicu hal-hal yang bisa memecah integrasi dan kekuatan Uni Eropa, dan ini bisa berdampak lebih luas ke dalam kegagalan Uni Eropa menjadi salah satu dominasi besar di kancah dunia secara global.
Eropanisasi dan Identitas Uni Eropa
Uni Eropa bercita-cita menjadi salah satu kekuatan besar di dunia yang dapat menahan laju dominasi Amerika dalam berbagai kancah kehidupan di dunia. Untuk mencapai tujuan itu maka Uni Eropa dituntut untuk melakukan manuver-manuver yang berdampak signifikan di kancah dunia, dengan kata lain Uni Eropa dituntut untuk melakukan eropanisasi untuk menanamkan nilai-nilai dan memasukkan ide-ide pemikiran Uni Eropa ke negara-negara dunia. Maka, Uni Eropa membutuhkan suatu Identitas Uni Eropa untuk melancarkan tujuan itu.
Apa yang menjadi identitas Uni Eropa? Identitas adalah sesuatu yang diraih dari usaha-usaha yang telah dilakukan, bukan suatu hal yang sudah ada dari zaman dahulu yang ingin digali kembali. Sejauh ini, keberhasilan Uni Eropa dalam melakukan eropanisasi ke negara-negara di dunia terdapat di dalam penegakan Hak Azasi Manusia, penegakan demokrasi, dan pelestarian lingkungan. Segala macam aturan hukum yang dirancang di dalam tubuh Uni Eropa sebagian besar mengerucut pada hal penegakan Hak Azasi Manusia dan pelestarian lingkungan, contoh: penghilangan vonis hukuman mati dalam pengadilan dan penerapan aturan tentang ambang batas produksi gas buang karbon dari maskapai penerbangan yang melintasi kawasan Uni Eropa.
“From 1 January 2005 onwards the European Union has launched the first large-scale international emissions trading program. The EU Emissions Trading Scheme (EU-ETS) inprinciple has the opportunity to advance the role of market-based policies in environmental regulation and to form the basis for future European and international climate policies.” (Böhringer, dkk.: ii)
Contoh lain untuk membuktikan pendapat ini adalah tiga syarat utama bagi negara-negara di benua Eropa yang ingin menjadi anggota Uni Eropa, yaitu: 1. Menjunjung tinggi dan menegakkan Hak Azasi Manusia (HAM), 2. Menjalankan demokrasi dengan benar, dan 3. Tunduk terhadap aturan-aturan yang ada di dalam Uni Eropa.
[1] Mantan asisten Jean Monnet dan Professor pada Institut d’Études Politiques, Paris.
[2] Batu bara dan besi baja merupakan bahan baku utama pada sektor teknologi dan industri pada saat itu, dan penciptaan mesin-mesin perang (senjata dan segala macam alat pendukung perang) merupakan salah satu kegiatan besar di dalam sektor industri negara-negara besar di Eropa saat itu.
[3] Common Market di bidang batu bara dan besi baja
[4] The Schengen Visa has made traveling between its 25 member countries (22 European Union states and 3 non-EU members) much easier and less bureaucratic. Traveling on a Schengen Visa means that the visa holder can travel to any (or all) member countries using one single visa, thus avoiding the hassle and expense of obtaining individual visas for each country. This is particularly beneficial for persons who wish to visit several European countries on the same trip. The Schengen visa is a “visitor visa”. It is issued to citizens of countries who are required to obtain a visa before entering Europe. (http://www.schengenvisa.cc/)
UPDATE: There is now 26 countries in the Schengen Zone. Visit http://www.schengenvisas.org .